Manusia,
kerapkali dihinggapi rasa angkuh dalam dadanya. Merasa diatas langit,
padahal kaki masih menyentuh bumi. Padahal lemah, itu sifat asli
manusia. Manusia tidak akan mampu hidup jika hanya sendiri. Betapapun
hebatnya manusia, ia tetap saja butuh uluran tangan orang lain. Allah
tahu, manusia memiliki potensi angkuh dihatinya. Maka, Dia suruh manusia
untuk sujud, setidaknya 34 kali dalam sehari.
Dalam
sejarahnya, iblis merupakan makhluk yang menolak perintah Allah untuk
sujud. Iblis merasa bahwa ia lebih baik daripada Adam. Menurut iblis,
tanah lebih hina daripada api. Tanah memang merupakan tempat berpijak.
Ia diinjak dengan kaki-kaki kita. Tapi tanah tak meleleh dibakar api.
Sedangkan api, mati jika ditimbun tanah. Iblis angkuh, oleh karenanya ia
diusir dari surga.
Banyak
makna dalam gerakan sujud. Logika menyatakan, sujud merendahkan
manusia. Itu memang benar. Harga diri kita merasa rendah ketika sujud.
Namun jika sujud itu dihadapan sesama kita, manusia. Dalam shalat, sujud
memberi makna yang mendalam. Kita merendah pada Yang Mahakuasa. Pada
saat itulah, kita merasa berada dekat dengan-Nya. Bahagia menghinakan
diri dihadapan Yang Mahamulia. Tak lupa memanjatkan doa. Memohon
kemaslahatan hidup di dunia dan di akhirat.
Keangkuhan
banyak menyelimuti diri manusia. Akalnya yang cerdas, menyebabkan
manusia seringkali memandang orang lain sebelah mata.. Hanyut dalam kekuasaan yang begitu besar dan kekayaan
yang melimpah. Orang lain pun diremehkan. Selalu memandang pendapatnya
yang paling benar. Menganggap dirinya yang paling kuat. Padahal manusia
dilingkupi kelemahan, kesalahan, dan lupa. Tanpa disadarinya, ia telah
menolak kebenaran. Terjebaklah ia dalam keangkuhan.
Tenaga
manusia terbatas, demikian juga akalnya. Mengapa manusia harus angkuh.
Manusia sangatlah kecil. Tenaga manusia pun tak seberapa. Manusia perlu
berhenti sejenak disaat lelah. Aktivitas begitu padat. Sejak pagi hingga
petang, manusia disibukkan dengan pekerjaan. Stamina terkuras sehingga
manusia butuh istirahat. Ia perlu tidur. Saat terbangun, manusia kembali
angkuh. Padahal dirinya terbatas
Menghayati Kekuatan Alam
Banyak
makhluk Allah yang begitu mengagumkan di dunia ini. Gunung-gunung yang
besar dan tinggi menjulang, sungguh sangatlah mengagumkan. Membuat hati
berdecak kagum. Ingin rasanya berdiri diatas puncaknya. Berpacu dengan
adrenalin, mencicipi tantangan yang telah tersedia. Berpetualang dengan
hawa dingin dan jalan yang terjal. Kelelahan justru memberi kepuasan.
Ketegangan pun hilang, disaat kita berdiri gagah dipuncak tertinggi.
Bahagia bisa menaklukkan ketinggian. Berteriak dengan suara nyaring,
takjub suara bersahut-sahutan. Sambil menikmati pemandangan yang luar
biasa. Gunung, makhluk Allah yang gagah. Besar, kokoh, dan tinggi
menembus awan. Tidak angkuh, senantiasa bertasbih kepada-Nya.
Gunung-gunung itu tunduk pada perintah Allah. Kini menjadi pasak agar
bumi stabil. Namun di hari akhir, ia lepas layaknya kapas.
Pantai
begitu indah disaat cerah. Disana berhembus angin sepoi-sepoi.
Daun-daun pun dengan eloknya melambai-lambai. Langit biru begitu luas
menghiasi. Hamparan pasir putih sejauh mata memandang. Garis pantai
memisahkan laut dan daratan. Dibibir pantai itu, berdeburan ombak-ombak.
Terus bergulungan siang dan malam. Tak pernah berhenti, walaupun
sedetik. Pantai dibuatnya tak berdaya. Tiap deburannya menyeret
pasir-pasir ke lautan. Ombak terlalu perkasa. Abrasi tak bisa dihindari.
Hantamannya begitu kuat memangsa daratan. Sepanjang waktu selalu
begitu. Terlalu kuat, tak bisa dihentikan. Ombak, ia pun makhluk Allah.
Tidak angkuh, selalu bertasbih kepada-Nya.
Laut
mendominasi permukaan bumi. Jutaan species ikan tersedia di dalamnya.
Menjadi sumber penghidupan para nelayan. Perahu-perahu bebas berlayar
dipermukaannya. Pemandangannya indah, memanjakan mata. Adakalanya laut
yang tenang berubah menjadi ganas. Pada saat itulah, ia berubah menjadi
makhluk yang menakutkan. Kapal-kapal, tak peduli betapapun besarnya,
siap untuk ditelannya. Tenggelam, bersemayam didasar laut. Arus bawahnya
pun bisa meremukkan kapal selam. Laut, makhluk Allah. Tidaklah angkuh.
Laut berubah menjadi ganas karena mengikuti kehendak Allah. Laut selalu
patuh kepada-Nya.
Waktu
kecil, kita senang sekali bisa menaikkan layang-layang. Angin selalu
diharapkan kedatangannya agar memudahkan layang-layang terbang tinggi.
Kincir-kincir pun berputar. Memanfaatkan tenaga angin untuk menghasilkan
listrik. Angin memberi keuntungan yang begitu banyak. Kecepatan angin
bisa berubah dahsyat. Angin topan berpetualang. Pusarannya
memporak-porandakan keadaan disekitarnya. Manusia pun tak sanggup
menghentikannya. Manusia hanya bisa berharap angin segera pulih, normal
kembali seperti semula. Angin terkadang meninggalkan korban jiwa. Tanpa
peduli siapapun dia. Angin adalah makhluk Allah. Tidak angkuh, berubah
kekuatannya karena kehendak-Nya.
Gunung,
ombak, laut, dan angin semuanya adalah makhluk Allah. Mereka semuanya
bertasbih kepada Allah. Berubah menjadi dahsyat karena kehendak-Nya.
Manusia pun makhluk Allah. Namun terkadang ada sedikit noktah keangkuhan
dalam jiwanya. Tidak mau tunduk pada perintah Allah. Durhaka terhadap
Al-Qur’an dan sunnah nabi-Nya. Manusia angkuh telah mengubah hukum Allah
dengan hukum buatannya sendiri. Angkuh menganggap hukum Allah tidak
sesuai dengan konteks realitas zaman sekarang. Manusia angkuh menganggap
dirinya lebih tahu daripada Allah. Membuang syari’at Allah karena
dianggap kejam. Manusia merasa lebih tahu atas maslahat bagi dirinya.
Lagi-lagi manusia terjebak dalam keangkuhan.
Berlepas dari Keangkuhan
Keangkuhan
telah banyak menjerumuskan manusia pada kehancuran. Allah mengubur
Qarun dan hartanya ke dalam bumi karena ia angkuh. Merasa dirinya luar
biasa, lupa akan karunia dan rahmat Allah. Begitu pula dengan Fir’aun.
Fir’aun ditenggelamkan oleh Allah karena menganggap dirinya sebagai
Tuhan yang paling tinggi. Kekuasaan yang luas, dan kekuatan yang besar
telah membuat Fir’aun terpedaya. Allah murka, maka Fir’aun dilenyapkan
kedalam lautan.
Romawi
merupakan imperium yang hampir menguasai mayoritas bumi. Bangsa yang
ditakuti. Tentaranya gagah berani. Namun kesombongan telah menghinggapi.
Hancurlah Romawi hingga tak tersisa lagi. Pada masa awal
terjadinya Perang Dunia II, bangsa Jerman sangatlah ditakuti. Dibawah
kekuasaan Hitler, Jerman berusaha bangkit dari keterpurukan. Membalas
kekalahan pada masa Perang Dunia I. Jerman dengan secepat kilat hampir
menguasai Eropa. Prancis, Ceko, Austria, dan Polandia dibuat tak
berdaya. Kehebatan Jerman bahkan membuat Stalin ketakutan. Moskow hampir
ditaklukkan. Namun Hitler angkuh. Idealisme ultranasionalis mengakar
kuat didada Hitler. Ia merasa ras Arya sebagai ras yang paling mulia.
Menganggap Jerman adalah bangsa terbaik. Diakhir masa Perang Dunia II,
Jerman dipukul mundur oleh Uni Soviet dan Sekutu. Jerman kalah telak.
Hitler yang sempat berkuasa, kini terjepit. Terjepit dengan dua kekuatan
besar, Uni Soviet dan Sekutu. Hitler tak sanggup menahan malu. Ia pun
mati bunuh diri. Hitler angkuh. Jerman akhirnya dibelah menjadi dua,
Jerman Barat dan Jerman Timur.
Demikian
besar dampak keangkuhan, tidak sekedar membinasakan individu, bahkan
melenyapkan sebuah peradaban. Allah murka pada orang-orang yang angkuh.
Keangkuhan menghilangkan penghambaan yang sejati. Penghambaan hanya
sempurna jika hati kita dihinggapi perasaan rendah diri. Merasa rendah
dihadapan Ilahi. Kesadaran akan lemahnya diri memang sangat penting.
Dengan begitu, kesempatan untuk bercokolnya keangkuhan tidak akan
terjadi.
Akal
kita terbatas, ilmu kita pun sedikit. Kita tidak mungkin menguasai
semua ilmu yang ada di dunia ini. Seorang raja pun demikian. Kekuasaan
dan kekuatannya terbatas. Manusia harus menyadari bahwa dirinya
terbatas. Oleh karena itu, manusia tak pantas untuk angkuh. Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar