Minggu, 10 Februari 2013

Mencintai karena Allah.

cinta karena Allah
Kata orang cinta adalah anugrah terindah dari Allah. Kenyataannya memang begitu. Cinta adalah salah satu pesan agung yang Allah sampaikan kepada umat manusia sejak awal penciptaan makhluk-Nya. Allah mengajarkan cinta itu sejak dulu, dan di anugrahkan kepada seluruh makhluknya terutama manusia.

Dalam salah satu hadis yang diterima dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ”Ketika Allah mencipta makhluk-makhluk-Nya di atas Arsy, Dia menulis satu kalimat dalam kitab-Nya, ‘Sesungguhnya cinta kasihku mengalahkan amarahku’.”(HR Muslim). Atau dalam versi yang lain, ”Sesungguhnya cinta kasihku mendahului amarahku.” (HR Muslim).
Saya yakin, cinta adalah bahasan yang menarik buat anak muda. Sayangnya cinta ini disalahgunakan dengan penyimpangan-penyimpangan seperti pacaran, pergaulan bebas, dan lain-lain. Padahal, agama jelas-jelas melarang hal itu. Namun, semua itu sudah menjadi budaya, jadi seakan-akan hal itu adalah hal yang wajar saja dan sangat umum.

Cinta Karena Allah

Cinta ini memang di tunjukan dalam bentuk dan tujuan yang beragam pada kehidupan manusia. Cinta ada dua bentuk yaitu Pertama, cinta karena Allah. Kedua, cinta karena manusia. Sebaiknya cinta kita kepada orang lain adalah cinta karena Allah sehingga bisa mengarahkan cinta itu sebagai media efektif untuk saling memperbarui dan saling introspeksi diri, sudah sejauh mana pengabdian kita kepada Allah. Cinta karena Allah seperti ini akan memberikan anugrah yang luar biasa bagi hidup kita.
Sedangkan, seseorang yang mencintai orang lain karena manusia bukan cinta karena Allah, akan banyak menimbulkan persoalan serius. Cinta ini sifatnya singkat, karena cinta model ini biasanya muncul karena dorongan material dan hawa nafsu. Dua hal yang sering membuat manusia lalai dalam kenikmatan duniawi.
Rabi’ah al-Adawiyah, seorang tokoh sufi terkemuka, suatu ketika pernah berlari-lari di jalan sambil membawa seember air dan api. Ketika ditanya oleh seseorang tentang apa yang sedang dilakukannya, Rabi’ah tegas menjawab bahwa ia membawa air untuk menyiram api neraka, dan membawa api untuk membakar surga. Rabi’ah memberikan alasan, bahwa hanya karena niat ibadah untuk memperoleh surga dan terhindar dari api neraka inilah, kebanyakan manusia melupakan tujuan hakiki ibadahnya. Padahal, ibadah bukanlah bertujuan untuk memperoleh surga atau menghindari neraka. Ibadah merupakan bentuk cinta tulus ikhlas kepada Allah semata.
Kita diperintahkan menjalani kehidupan ini dengan cinta, tentu saja cinta karena Allah. Sebuah kehidupan sehari-hari yang harus berlandaskan cinta. Dengan itu, kehidupan akan berjalan harmonis dan langgeng. Cinta yang diajarkan Allah SWT adalah cinta yang berujung pada keabadian, karena Allah sendiri adalah Zat yang abadi dan tak pernah rusak. Maka, keabadian, keharmonisan, dan kesejahteraan umat manusia akan tercapai jika cinta yang ada pada diri manusia ditujukan semata-mata karena Allah. Allah SWT sendiri yang mengingatkan manusia, bahwa Dia tidak akan pernah mendahulukan amarah-Nya. Cinta Allah yang menyebar di alam semesta inilah yang menjadi bukti bahwa keharmonisan itu benar-benar terjadi.
Mencintai itu tidak salah. Tetapi, alangkan baiknya jika kita bisa mencintai karena Allah. Siapapun yang kita cintai, cintailah karena Allah, sehingga kita akan mendapatkan dunia dan akhirat. Cinta jenis ini akan menghindarkan kita kepada sakit hati yangn berlebihan jika seadainya orang yang kita cintai tidak mencintai kita. Biarpun orang yang kita cintai tidak mencintai kita, kita tidak akan kecewa karena cinta kita karena Allah.
Untuk menumbuhkan cinta karena Allah seperti ini memang agak sulit. Tetapi, bukan tidak mungkin. Maka, cintailah siapapun yang kita cintai karena Allah. Wallahu’alam. Mohon maaf jika ada yang khilaf dan terima kasih.